Workshop Pencak Silat Internasional Digelar di Ponpes Dzikir Al Fath Sukabumi, Tarik Minat Empat Negara

Liputan6.com, Sukabumi – Pondok Pesantren (Ponpes) Dzikir Al Fath Kota Sukabumi menjadi tuan rumah bagi kegiatan workshop pencak silat internasional selama dua hari, Minggu (18/5/2025) hingga Senin (19/5/2025). Acara ini berhasil menarik minat peserta dari empat negara, yaitu Malaysia, Italia, Prancis, serta perwakilan dari berbagai paguron pencak silat di seluruh Indonesia.

Kehadiran para peserta mancanegara ini menjadi bukti nyata bahwa pencak silat, sebagai warisan budaya tak benda Indonesia, semakin diminati dan diakui di kancah internasional. Menariknya, kedatangan mereka ke Ponpes Dzikir Al Fath ini atas inisiatif sendiri, didorong oleh ketertarikan dan kecintaan yang mendalam terhadap seni bela diri khas Nusantara ini.

Pendiri Ponpes Dzikir Al Fath, KH Fajar Laksana, bertindak sebagai narasumber utama dalam workshop ini. Beliau menyambut baik antusiasme para peserta, terutama dari mancanegara. 

“Kita bersyukur karena pencak silat ini menjadi warisan budaya tak benda Indonesia dan ternyata ini betul tepat dijadikan museum budaya tak benda karena pencak silat diminati di beberapa negara,” ungkap KH Fajar, Senin (19/5/2025).

Salah satu peserta yang hadir adalah Massimiliano Morandini atau akrab disapa Mr Max Morandini, seorang pendekar dan penulis asal Italia. Max mengungkapkan bahwa ketertarikannya pada pencak silat telah membawanya berkeliling dan mempelajari berbagai aliran, termasuk yang ada di Ponpes Dzikir Al Fath. 

Bahkan, buah dari studinya ini telah menghasilkan sebuah buku berjudul ‘Martial Arts From the Mediterranean to South East Asia’ tentang pencak silat yang bertujuan untuk disebarkan ke seluruh dunia. Buku tersebut juga merujuk pada pengetahuan dan pengalaman dari KH Fajar.

“Mereka datang ke sini sengaja, bukan kita yang mengundang. Jadi mereka senang, suka kepada pencak silat, mereka belajar. Salah satunya yang dipilih di Alfath dipilih untuk menjadi bagian pelajaran buat mereka karena di sini ada khas keunikan,” jelasnya. 

Menurutnya, bahwa setahun lalu Max telah berkunjung ke ponpes dan kemudian melahirkan buku tentang pencak silat.

Dirinya juga menyoroti keunikan Ponpes Dzikir Al Fath yang memiliki perguruan silat dengan aliran Sang Maung Bodas yang diyakini telah ada selama 17 turunan. Keaslian jurus-jurusnya pun masih terjaga dan diabadikan di museum pesantren. 

“Itu jurus-jurus yang memang menjadi warisan budaya tak benda yang dijaga oleh kita. Makanya kenapa ke sini mereka ini melihat dari Sang Maung Bodas masih mempertahankan jurus-jurus khas yang original dari zaman dulu,” katanya.

Masih kata KH Fajar menilai bahwa ketertarikan para peserta asing tidak hanya pada aspek seni dan bela diri pencak silat, tetapi juga pada nilai-nilai spiritual yang diajarkan di lingkungan pesantren. 

“Bukan hanya seninya saja, bukan hanya dari segi olahraga untuk beladirinya, budayanya, tetapi ada nilai-nilai spiritual karena ada di pesantren sehingga silat di pesantren ini berbeda dengan silat yang terpisah di pondok. Mereka tertarik kepada hal spiritual,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Massimiliano Morandini atau akrab disapa Mr Max Morandini sendiri mengakui bahwa ia tertarik pada pendekatan tasawuf dalam pencak silat yang dipelajarinya. 

“Saya sedang dimulai tahun lalu membuat buku tentang mistik, hanya fokus di mistikal side tentang pencak silat. Isinya ada banyak bab tentang research, kiai membantu saya banyak tentang penelitian karena dia ada pengetahuan umum tentang mistik pencak silat. Jadi saya kesini untuk bertemu lagi,” ungkapnya.

Max telah berkecimpung dalam dunia bela diri selama 45 tahun, dan 20 tahun terakhir ia fokus pada pencak silat. Ia melihat adanya perbedaan visi dalam pengembangan pencak silat di berbagai negara. 

“Situasi sekarang ada banyak perguruan atau aliran di sini tidak banyak tetapi ada bagus orang dan coba tambahan pencak silat di Eropa ada tidak banyak tetapi ada, sedikit. Di Italy ada sedikit,” jelasnya. 

Di Italia sendiri, perguruannya fokus pada gulat pencak silat, dan bersama sekitar 70 muridnya, ia berusaha mencari perbedaan aspek budaya dalam pencak silat di Indonesia.

Workshop yang berlangsung selama dua hari ini tidak hanya diisi dengan demonstrasi dan latihan teknik pencak silat, tetapi juga diskusi dan pertukaran pengetahuan antara para peserta dan narasumber. 

Salah satu materi yang akan diajarkan dalam workshop ini adalah teknik boles “maen bola lengeun seneu” atau bermain bola tangan api yang menjadi ciri khas perguruan silat di Ponpes Dzikir Al Fath. Teknik ini rencananya akan diperkenalkan dan disebarkan ke berbagai negara oleh para peserta.

Source : Liputan 6 Workshop Pencak Silat Internasional Digelar di Ponpes Dzikir Al Fath Sukabumi, Tarik Minat Empat Negara